Informasi resmi status dan penanganan perkara
Kasus korupsi ini menyeret nama Muhammad Kuncoro Wibowo selaku Dirut PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) Persero periode 2018 s/d 2021 sebagai tersangka. Kasus ini terkait Tindak Pidana Korupsi (TPK) Penyaluran Bantuan Sosial Beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial Tahun 2020 yang merugikan negara sebesar Rp326 Miliar. Selain itu, kasus ini juga menyeret beberapa nama lainnya, yakni Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018 s.d 2021; AC Vice President Operasional PT BGR Persero periode 2018 s.d 2021; IW Direktur Utama MEP sekaligus Tim Penasihat PT PTP; RR Tim Penasihat PT PTP; RC General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT EGP. Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah sekitar Rp127,5 Miliar. Kemudian terdapat sekitar Rp18,8 Miliar diduga dinikmati secara pribadi oleh IW, RR dan RC.
Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua ini menyeret nama Lukas Enembe (LE) selaku Gubernur Papua periode 2013 s/d 2018 dan periode 2018 s/d 2023 sebagai tersangka. Tersangka LE diduga telah melakukan kesepakatan dengan RL terkait pembagian persentase fee proyek pembangunan infrastruktur. LE diduga menerima uang dari tersangka RL sebesar Rp1 Miliar. Selain itu, LE juga diduga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya, dimana berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 Miliar. Atas perbuatannya Tersangka LE sebagai Penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus korupsi yang menyeret nama Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh periode 2007 s/d 2012 dan periode 2017 s/d 2022 sebagai tersangka atas TPK Penerimaan Gratifikasi Atau Yang Mewakili Terkait Proyek Pembangunan Infrastruktur Di Provinsi Aceh. Perkara ini bermula dari pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang pembiayaannya dari APBN. Dalam perjalanannya IY diduga menerima uang sebagai Gratifikasi dengan istilah ‘jaminan pengamanan’ dari pihak Board of Management PT NS Joint Operation yaitu Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid. Dimana IA diduga menjadi perantara dalam penerimaan Gratifikasi tersebut. Atas perbuatannya, Tersangka IA disangkakan melanggar pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kasus korupsi yang menyeret Muhammad Lutfi (MLI) selaku Walikota Bima periode 2018 s.d 2023 sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi ikut serta dalam kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa serta penerimaan Gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Bima, NTB. Dalam konstruksi perkaranya, Tersangka MLI bersama salah satu keluarga intinya mengkondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemkot Bima. Pada tahap awal yakni dengan meminta dokumen proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima. Atas perbuatannya, Tersangka MLI disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan/atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bupati Kabupaten Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023, Ben Brahim S. Bahat bersama-sama sang istri, Ary Egahni, selaku Anggota DPR RI, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KPK. Ben Brahim dan Ary Egahni diduga menerima aliran uang sejumlah sekitar Rp8,7 miliar. Kasus ini bermula saat Ben Brahim menjabat sebagai Bupati Kapuas selama dua periode, ia diduga menerima uang dari sejumlah pihak hingga pihak swasta. Kepala Daerah sebagai Penyelenggara Negara sepatutnya menjadi teladan institusi dan pengayom bagi jajaran pegawai di lingkungannya. Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik-praktik pungutan kepada para ASN untuk kepentingan pribadinya.
- dari 9